Saturday, March 16, 2019

Kalau, kalau, dan kalau

Gw teringat sewaktu gw memutuskan untuk keluar dari kampus gw yang lama (baca: ITS) untuk menjalani takdir gw yang sekarang telah gw lalui (baca: Ikut SNMPTN lagi).

Pada saat gw ngomong sama keluarga atas keputusan yang ingin gw ambil, kata inilah yang paling sering gw dengar. 'Kalau'. Kalau disana memang kenapa? Kalau disini apa bedanya? Kalau nanti gagal, kalau bayarnya mahal, kalau, kalau dan kalau.

Well, menurut gw wajar aja sih keluarga bertanya hal-hal seperti itu, karena hilangnya penanggung biaya utama gw untuk kuliah, berhubung ibunda gw baru meninggal beberapa bulan sebelum kejadian itu terjadi, dan wajar saja kalau keluarga cemas atas keputusan yang dibuat oleh seorang anak muda, yang pikirannya kebanyakan (baca: kebanyakan, bukan semua) masih belum matang.

Tapi toh gw berpikir begini (Jangan diikutin dirumah ya! Pemikiran ini hanya dilakukan oleh para profesional yang terlatih). Gw udah nggak punya apa-apa. Keluarga udah hilang, kebahagiaan udah hancur. Nggak ada lagi orang yang bisa gw percaya. Yang (alhamdulillah) masih ada di gw cuma iman. Mimpi dan pikiran yang idealis, sebentar lagi, sekitar 2-3 tahun lagi. mungkin akan hilang. #pesimis #galaumax

Karena gw berpikir : "Yah, seenggaknya usaha lah sebelum mimpi gw hilang. Kalo gagal juga tinggal nungguin mati kok, jadi apa salahnya? Daripada gw mati gak ada kenangan apa-apa. Gw hidup tapi berasa kayak orang mati. Cuma pura-pura hidup."

Alhamdulillah, Allah berada di pihak hambaNya yang satu ini. Pada saat itu, jujur gw agak takut ngelihat pengumuman. Kan gw liat pengumumannya dirumah temen gw, dan lagi banyak saudaranya. Dikit-dikit mereka nanya "Udah liat blom? Dapet nggak?". Mana Internetan lemot lagi. Gw yang tadinya udah tenang jadi nervous lagi.

Pas diliat punya temen gw : "Wooi, dia dapet hukum unpad!". Gw langsung berpikir "Dia yang pinter aja cuma dapet pilihan kedua. Gimana gw?".

Gw memutuskan untuk shalat Isya dulu. Selesai shalat, gw berpikir : "Ah, yaudahlah. Gak nyesel kok belajar buat SNMPTN. Gw belajar untuk Allah ini. Gw udah cukup seneng kok bisa belajar karena Allah. Gak peduli lagi deh dapet apa, terserah Allah aja atas hasilnya. Apakah gw bisa berkontribusi di dunia atau cuma jadi orang yang nungguin mati, terserah Allah."

Gw buka pengumumannya, masukkin nomor ujian gw. Tiba-tiba keluar huruf : "Selamat, anda diterima di jurusan..." Gw udah siap buat dicerca nih, sama keluarga, sama temen, sama siapa aja. Bodo amet. Abis ini gw mau main dota #loh #kalimatyanggakrelevan. Lanjutannya "I..", wah huruf depannya I ! Bukan M ! "Ilmu komputer". Ah boong lo. Eh nggak? Bener? Alhamdulillah deh #sujudsyukur.

Belakangan setelah masuk gue tahu, bahwa Ilmu Komputer pada waktu itu, adalah jurusan dengan tingkat penerimaan nomor 2 di UI. Dibawah FK UI. Beberapa teman gue yang masuk ilmu komputer biasanya turunan dari FK.

Alhamdulillah lagi, dalam mengajukan BOPB pun gw diberi kemudahan. Ada temen-temen yang ngedukung kesana kemari. Keringanan pertama, 12,2 juta. Gw ajuin lagi banding. Keringanan kedua, 6,7 juta dengan biaya tiap semester 1 juta. Alhamdulillah.

Walaupun begitu, gw nggak mau menyalahkan mereka yang mengkritik gw. Karena gw gak mau jadi orang yang disebut oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu orang rendah yang apabila terdidik mereka sombong, dan apabila kaya mereka menzhalimi orang lain. Gw menghargai pendapat orang, dan belom tentu gw aman dalam lingkungan yang baru ini.

Yang ingin gw katakan adalah semua orang takut akan kemungkinan, apalagi orang indonesia. Mungkin karena itu banyak yang mau jadi PNS. Padahal dunia ini tersusun oleh kemungkinan-kemungkinan, dan kita bisa termasuk dimanapun dalam kemungkinan-kemungkinan tersebut. Padahal kalau dimanfaatkan, banyaknya kemungkinan itu bisa kita jadikan keuntungan. Yang penting adalah usaha, doa, tawakkal, kekuatan hanya milik Allah, hasil terserah pada Allah, jadi untuk apa kita resah memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi?

Lakukan apapun yang sekarang bisa kita lakukan. Lakukan sesuatu yang kita sukai, tanpa harus takut akan adanya kegagalan ataupun kesalahan. Memang kalau gagal, kenapa? Seenggaknya kita bisa menikmati proses dalam berusaha, jadi soal gagal atau tidak, tidak jadi masalah.

0 comments:

Post a Comment