Monday, September 10, 2012

Kembalikan hiburan untuk anak-anak !



Keren itu bukan berarti berlaku untuk semua kalangan.
Butuh waktu dan kedewasaan yang tepat agar bisa maksimal menikmati ke"keren"an sebuah mahakarya.*masih shock liat bocah2 koboy juni*r promoin The Raid tadi pagi. Apalagi saat salah seorang personilnya mengaku sudah menontonnya lebih dari sekali di bioskop. Secara tidak langsung memperlihatkan bobroknya sistem pengelolaan bioskop di Indonesia. Oi, jelas-jelas itu film ratingnya dewasa. Kok bisa bocah kecil lolos nonton??


Itulah tulisan di status fesbuk milik seorang teman saya pada tanggal 9 September 2012.


Harus diakui, jaman sekarang, sangat jarang sekali kita menemukan tayangan maupun hiburan yang pas untuk dinikmati anak-anak. Kalau kita nyalakan televisi kita dan tekan program apapun, pilihan yang ada hanya sinetron, berita, boyband/girlband, sinetron, acara-acara musik abg-abg alay hipster yang ngga jelas kontennya, sinetron, sinetron dan sinetron. Yah, kecuali beberapa stasiun TV seperti sp*** toon, mungkin gl**al dengan sponge b*b-nya dan sha*n the sheep. Selain itu, jaraang sekali. Bahkan, saya kaget ketika yang ada di stasiun TV indonesia, yang diperuntukkan untuk anak-anak kecil, ini malah acara-acara seperti Yan* masi* dibawah *mur. Anak-anak indonesia mau dijadiin apa?

Ok, tontonan kartun udah jarang, tapi bukannya masih ada yang lain? Apa lagi? Jaman dulu, walaupun bukan kartun, namun masih ada tayangan-tayangan yang menurut saya cukup 'edukatif' untuk anak-anak. Seperti power rang*rs, wir* sableng, ker* sakti, bo b* ho, apapun deh yang bercerita tentang seorang pahlawan dan sikap-sikap kepahlawanannya. Nggak sekedar itu, kita juga diajari cara bersikap, bermain dalam kehidupan sehari-hari, dan juga arti persahabatan, lewat Si Uny*l (buatan Indonesia). Sekarang? Bahkan yang namanya power rangers aja anak-anak pada nggak tahu.

Lagu gimana? Jaman saya, banyak lagu anak-anak yang terkenal, biasanya dinyanyikan oleh agnes monica, trio kwek kwek, joshua dan berbagai macam penyanyi cilik lainnya. Nah, penyanyi cilik jaman sekarang, di *dola C*lik nyanyinya gak jauh-jauh beda sama yang dinyanyiin orang-orang yang kemarin diputusin pacarnya. Mungkin kak set* udah pensiun kali ya, udah tua. Miris.

Bahkan film-film bioskop anak jaman sekarang sudah tidak ada lagi yang seperti Pet*alangan Sherina. Kartun pun, kebanyakan berasal dari barat.


Mungkin karena kurangnya hiburan untuk anak-anak itu, mereka mencoba mencari sesuatu lain yang bisa menghibur diri mereka dengan segala 'keterbatasan' yang ada. Akibatnya timbullah generasi dimana anak-anak sudah sms-an, BBM-an, galau, pacaran. Tidak terasa ruh anak-anak pada diri mereka.

Disini yang saya lihat adalah suatu kezaliman. Dimana hilangnya waktu untuk anak-anak untuk bermain. Dimana segala hiburan diperuntukkan untuk orang dewasa. Apakah rugi bila anda membuat hiburan untuk anak-anak? Atau mungkin apakah anak-anaknya yang tidak lagi mau dihibur dengan hiburan anak-anak? Apakah rugi untuk membudayakan anak-anak seperti layaknya anak-anak? Anak-anak jaman sekarang tidak diperlakukan seperti waktu mereka, para produser dan remaja, pada zamannya, masih kanak-kanak.

Jangan remehkan hiburan anak-anak. Melalui hiburan tersebut, kita membangun karakter bangsa. Berlebihan? Saya rasa tidak. Dalam hiburan-hiburan tersebut, kita menyisipkan segala nilai yang diperlukan untuk anak-anak tersebut di masa depannya untuk memimpin dan membangun negeri ini, agar mereka siap dalam menghadapi segala masalah yang ada. Kita mengimbau anak-anak agar terus bahagia, agar mereka memperhatikan orang-orang di sekitarnya, agar mereka adil dalam menjadi pemimpin, agar mereka terus berinovasi demi membangun masa depan.

Semua pesan itu, tersirat dalam kartun, film, atau tayangan anak-anak yang dulu kita tonton. Coba lihat pesan-pesan yang disampaikan di doraemon (inovasi), digimon (setia pada teman-teman), Si Unyil (kerakyatan, menyelesaikan masalah sekitar), Toy Story (hargai mainan, pesan untuk anak-anak). Keberhasilan yang kita capai hingga akhirnya kita bisa seperti ini, tidak terlepas dari segala tayangan yang kita tonton.

Saya mengimbau kepada stasiun-stasiun TV di Indonesia, Presiden Indonesia, atau siapapun yang peduli dan membaca tulisan ini. Kembalilah membangun budaya untuk anak-anak. Ajarkanlah mereka sifat-sifat terpuji. Bangun mereka dengan luapan emosi dan kegembiraan. Ajari mereka untuk menghargai sekitarnya. Salah satu caranya adalah dengan membangkitkan kembali budaya hiburan untuk anak-anak. Dengan cara membuat tayangan untuk anak-anak, film, kartun, lagu, game, atau apapun yang berkaitan dengan hiburan untuk anak-anak, melalui media, karena anak-anak pada dasarnya suka bermain dan suka hiburan.

Sisipkanlah, dalam hiburan-hiburan itu, sifat-sifat terpuji dan membangun bagi anak-anak. Setidaknya, pada waktu kecil, mereka bisa merasakan kegembiraan. Bisa merasakan kebebasan. Bisa merasakan saat-saat polos dimana mereka tidak memikirkan pengaruh dari rangsangan hormon seksual (baca : pacaran), tidak memikirkan uang, tidak memikirkan hutang, tidak memikirkan kekuasaan. Bebas.

Bahkan, setidaknya, ya setidaknya, masukkanlah lagu-lagu anak anak kedalam film film layar lebar indonesia, agar orang dewasa juga bisa mengingat lagu anak-anak dan kembali mengajarkan anak-anaknya lagu-lagu tersebut. Misalnya, lirik lagu "tik-tik-tik.. bunyi hujan.." dimasukkan kedalam film laskar pelangi. Atau bahkan dimasukkan kedalam film perahu kertas. Saya terinspirasi dengan beberapa anime jepang dan film-film barat, yang memasukkan lagu-lagu jaman dulu-nya, lagu anak-anak mereka, dengan aransemen sendiri, kedalam film film bertema serius. Kalau saja lagu anak-anak jaman dulu itu dimasukkan ke film-film bioskop di Indonesia, pasti momennya mengharukan dan masuk kedalam emosi pemirsa, karena ini lagu-lagu yang mengandung kenangan bagi pemirsa. Setelah nonton itu, seenggaknya seminggu lah mereka (yang telah menonton film tersebut) mengulang-ulang memutar lagu tersebut dirumah, mungkin anak-anaknya bisa dengar, dan bisa diajarkan.

Itu hanya sebagian kecil dari contoh bagaimana kita bisa kembali membudayakan anak-anak dengan budaya anak-anak. Masih banyak yang lainnya, yang saya yakin para produser, sutradara, animator, developer, atau para professional lainnya di bidang hiburan lebih tahu daripada saya. Saya hanya ingin mengajak supaya kita membahagiakan kembali anak-anak Indonesia, dengan hiburan yang berkualitas dan membangun karakter bangsa, agar tidak cuma komplain di masa depan, di masa ketika anak-anak tersebut telah menggantikan kita sebagai pemimpin, baik di tingkat daerah maupun nasional, dimana bila tanpa pembangunan karakter yang baik, anak-anak tersebut yang sudah bukan anak-anak lagi, akan dengan mudah terjerumus ke jalan yang salah. Dan, naudzubillah, bila hal itu terjadi, kehidupan di Indonesia akan semakin susah dan menderita. Dan kita hanya bisa menyalahkan.

Sunday, August 26, 2012

Minimarket dan Usaha Kecil di Indonesia

Hmm.. Lama rasanya saya tidak bersua disini.

Sore ini, di salah satu stasiun TV di Indonesia, ditayangkan suatu acara yang mengisahkan penderitaan pedagang-pedagang kecil yang terus diusik dengan menjamurnya mini market di Indonesia.

Salah satu pemilik toko kecil di sana (kalau tidak salah namanya Udin), merasa dirugikan karena dibangunnya mini market yang berjarak tidak jauh dari usahanya, sekitar 3 meter. Pendapatan Udin merosot seketika. Jelas saja karena usaha kecil Udin tidak akan berdaya melawan usaha sebesar minimarket itu, yang pengalaman, jaringan dan modal usahanya sudah besar. Ditambah lagi konsumen pasti akan lebih nyaman untuk belanja ke minimarket karena lebih bersih, ber-AC, dan barang-barangnya lebih lengkap.

Dalam acara tersebut disebutkan bahwa sekarang Udin sudah tidak berharap untuk mendapat untung lagi, sekedar balik modal saja sudah cukup, untuk menutup tokonya. Bisnis Udin pun sekarang harus digabung dengan bisnis pulsa untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarganya.

Menjamurnya mini market di Indonesia bukan hal baru, dapat dilihat di sekeliling rumah anda betapa banyak minimarket yang ada disana, tidak cuma satu namun biasanya sederetan jalan penuh dengan mini market.

Apakah hal tersebut diperbolehkan? Ternyata, se­suai Peraturan Bupati Serang Nomor 27/2006 tentang Waralaba Kemitraan, jarak minimarket dengan pasar tradisional seharusnya minimal 500 meter. Kalau jarak dengan usaha kecil dan menengah seingat saya minimal 3 kilo meter.

Perbup 27/2006 yang salah satunya mengatur jarak antara minimarket dengan pasar tradisional memang multitafsir. Alasannya, dalam Perbup itu ada pengecualian diperbolehkannya minimarket di dekat pasar asalkan pasar di zona perdagangan. Nah, definisi zona perdagangan itu apa? Apa dimana-mana termasuk zona perdagangan? Namun, zona perdagangan atau bukan, seharusnya pemilik minimarket sadar akan hal itu dan berhenti membangun karena akan merugikan UKM-UKM disekitarnya, apalagi kalau jaraknya cuma 3 meter.

Entahlah kalau di daerah lain, namun seharusnya ada peraturan yang bisa melindungi usaha kecil dari ancaman pihak yang memiliki modal dan jaringan besar seperti minimarket. Mungkin ada, namun penegakkannya tidak tegas sehingga kasus seperti ini kerap terjadi.

Jujur, miris sekali rasanya melihat UKM-UKM di Indonesia ditekan dengan cara seperti ini. Akibatnya, kreatifitas masyarakat akan berkurang, pendapatan masyarakat kecil akan terhambat, tidak menutup kemungkinan punahnya UKM di Indonesia ini, yang tersisa tinggal minimarket-minimarket saja.

Karena saya tinggal di Jakarta, saya ingin memberitahu yang terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta nanti, untuk mengatasi masalah ini. Peraturannya tidak harus rumit, seperti memberi jarak minimal antara minimarket dan UKM, dan penegakkannya harus tegas. 


Kalau bisa, bahkan membantu UKM yang ingin berkembang dengan cara memodalinya atau memberinya fasilitas seperti AC, membangun pasar untuk tempat jualan, dsb. Namun, kebijakan tersebut harus menguntungkan kedua belah pihak, baik minimarket maupun UKM, sehingga tidak ada pihak yang merasa paling dirugikan. Bukan hal yang salah untuk belanja di minimarket, namun harus ada pengaturan agar tidak ada yang menzalimi salah satu pihak.

Apabila Jakarta bisa, maka Jakarta bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya terkait kebijakan tentang minimarket.

Maaf apabila ada kesalahan, semoga murni dari ketidaktahuan saya. Semoga bisa menginspirasi untuk membangun Indonesia yang lebih baik :D